Indonesia
adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Islam yang
berkembang di Indonesia tidak hanya satu pemahaman, melainkan ada berbagai
paham. Beberapa paham yang sering kita temui yakni fundamentalisme,
liberalisme, dan moderatisme. Bagaimana kita sebaiknya (para mahasiswa)
menanggapi berbagai paham tersebut?
Fundamentalisme,
liberalisme, dan moderatisme memiliki pandangan yang saling berseberangan.
Fundamentalisme dalam Islam seperti menjaga norma-norma dasar dan keyakinan
dalam agama. Menurut paham ini, modernismedan sekularisme merupakan hal yang
patut diperangi karena dapat membahayakan marwah agama Islam yang harusnya
dijaga. Lain halnya dengan liberalisme. Seperti yang kita ketahui bahwa paham
ini sangat subur di Benua Eropa. “Kehendak Bebas”, mungkin kata ini yang bisa
menggambarkan bagaimana paham liberal. Sedangkan moderatisme dalam Islam berpendapat bahwa al-Qur'an
tidak hanya menerima, melainkan mengharapkan realitas perbedaan dan keragaman
dalam masyarakat. Nahdatul Ulama merupakansalah satu organisasi
masyarakat yang dari dulu ikhtiar membumikan paham Islam yang moderat di
nusantara.
Penafsiran dari ketiganya berbeda-beda. Walau
terdapat dalil yang sama untuk ketiganya pakai, namun metode dan pendekatan
yang digunakan dari ketiganya berbeda-beda, bahkan saling berseberangan.
“Jangan
menilai orang hanya dari covernya saja”. Sering sekali kita mendengar
pernyataan tersebut. Di satu sisi, memaknai kalimat tersebut tidak semudah yang
dibayangkan. Masih banyak dari kita yang menilai seseorang dari penampilannya
saja. Misalnya saja saat ada orang yang berbeda penampilannya dengan kita, tak
jarang kita berkomentar dan bertanya-tanya mengapa ia lebih memilih
berpenampilan seperti itu padahal menurut kita penampilan kita lah yang lebih
nyaman dan tetap sesuai syari’at.
Pada
kesempatan kajian Bicara Cerdas (RACE) yang lalu, Gus Nadir tak lupa
mengucapkan bahwa di samping mempunyai paham yang berbeda-beda, jangan sampai
kita lupa dengan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme). Dari paham humanisme ini
ketiga pandangan tersebut dapat saling terhubung. Dari paham ini agama
dijadikan sebagai instrumen dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan. Jika kita
dapat membangun nilai-nilai kemanusiaan yang baik dalam diri kita, tidak
menutup kemungkinan nantinya kita akan lebih terbuka dalam menanggapi perbedaan
paham diantara sesama muslim.
Merajut
dan menjaga persatuan jauh lebih baik dari pada harus saling menjatuhkan karena
berbeda pemahaman. Jangan sampai saat pandangan kita berbeda dengan yang lain
malah membuat kita saling membenci. Baik mereka yang fundamentalisme,
liberalisme, ataupun moderatisme tetap saudara seiman dan seagama. Sebagai mahasiswa
yang berpengetahuan, ada baiknya kita memilih dan memilah dalam bergaul.
Berbeda paham dalam beragama seharusnya tidak menjadi masalah yang pelik untuk
kita. Mari jaga persatuan dan rajut toleransi dalam keberagaman bersama-sama.
Ada kutipan dari Gus Dur, “Kita butuh Islam ramah,
bukan Islam marah”.