Bicara Cerdas: “Fundamentalisme, Liberalisme, Moderatisme dalam Islam di Indonesia” bersama Gus Nadir

Desember 02, 2019



Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Islam yang berkembang di Indonesia tidak hanya satu pemahaman, melainkan ada berbagai paham. Beberapa paham yang sering kita temui yakni fundamentalisme, liberalisme, dan moderatisme. Bagaimana kita sebaiknya (para mahasiswa) menanggapi berbagai paham tersebut?
Fundamentalisme, liberalisme, dan moderatisme memiliki pandangan yang saling berseberangan. Fundamentalisme dalam Islam seperti menjaga norma-norma dasar dan keyakinan dalam agama. Menurut paham ini, modernismedan sekularisme merupakan hal yang patut diperangi karena dapat membahayakan marwah agama Islam yang harusnya dijaga. Lain halnya dengan liberalisme. Seperti yang kita ketahui bahwa paham ini sangat subur di Benua Eropa. “Kehendak Bebas”, mungkin kata ini yang bisa menggambarkan bagaimana paham liberal. Sedangkan moderatisme dalam Islam berpendapat bahwa al-Qur'an tidak hanya menerima, melainkan mengharapkan realitas perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Nahdatul Ulama merupakansalah satu organisasi masyarakat yang dari dulu ikhtiar membumikan paham Islam yang moderat di nusantara.
Penafsiran dari ketiganya berbeda-beda. Walau terdapat dalil yang sama untuk ketiganya pakai, namun metode dan pendekatan yang digunakan dari ketiganya berbeda-beda, bahkan saling berseberangan.
“Jangan menilai orang hanya dari covernya saja”. Sering sekali kita mendengar pernyataan tersebut. Di satu sisi, memaknai kalimat tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Masih banyak dari kita yang menilai seseorang dari penampilannya saja. Misalnya saja saat ada orang yang berbeda penampilannya dengan kita, tak jarang kita berkomentar dan bertanya-tanya mengapa ia lebih memilih berpenampilan seperti itu padahal menurut kita penampilan kita lah yang lebih nyaman dan tetap sesuai syari’at.
Pada kesempatan kajian Bicara Cerdas (RACE) yang lalu, Gus Nadir tak lupa mengucapkan bahwa di samping mempunyai paham yang berbeda-beda, jangan sampai kita lupa dengan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme). Dari paham humanisme ini ketiga pandangan tersebut dapat saling terhubung. Dari paham ini agama dijadikan sebagai instrumen dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan. Jika kita dapat membangun nilai-nilai kemanusiaan yang baik dalam diri kita, tidak menutup kemungkinan nantinya kita akan lebih terbuka dalam menanggapi perbedaan paham diantara sesama muslim.
Merajut dan menjaga persatuan jauh lebih baik dari pada harus saling menjatuhkan karena berbeda pemahaman. Jangan sampai saat pandangan kita berbeda dengan yang lain malah membuat kita saling membenci. Baik mereka yang fundamentalisme, liberalisme, ataupun moderatisme tetap saudara seiman dan seagama. Sebagai mahasiswa yang berpengetahuan, ada baiknya kita memilih dan memilah dalam bergaul. Berbeda paham dalam beragama seharusnya tidak menjadi masalah yang pelik untuk kita. Mari jaga persatuan dan rajut toleransi dalam keberagaman bersama-sama.
Ada kutipan dari Gus Dur, “Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah”.

You Might Also Like

0 komentar

SUSUNAN PENGURUS UKM-KI STUDI ISLAM BERKALA MASA KHIDMAT 2021-2022

SUSUNAN PENGURUS  UKM-KI STUDI ISLAM BERKALA MASA KHIDMAT 2021-2022 Berdasarkan sidang musyawarah anggota tahunan (MAT) pada 11-13 Desember ...